Tuesday, January 31, 2017

KEKUATAN BAMBU PADA STRUKTUR BANGUNAN

Bambu telah lama dikenal sebagai salah satu material konstruksi bangunan, terutama di Indonesia. Namun citra bambu dahulu dikenal sebagai material murah yang cepat rusak. Bahkan Badan Pusat Statistik membuat salah satu kriteria masyarakat miskin adalah jenis lantai/dinding tempat tinggal terbuat dari bambu2. Hal ini yang menyebabkan bambu dianggap material bangunan kelas 3 dan non-permanen.
Beberapa bangunan dengan struktur bambu masih terbilang jarang di Indonesia. Itu saja dikarenakan arsiteknya memang menginginkannya. Ketidak-populeran struktur kayu, ternyata tidak hanya terjadi di dunia praktisi (proyek lapangan). Kalaupun ada, maka umumnya struktur bambu tersebut hanya dijumpai pada pembuatan bangunan non-permanen atau menjadi material konstruksi yang masih bersifat sekunder seperti  perancah, reng, atap, dinding. Kenyataan ini lebih disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat kita mengenai sifat-sifat mekanik dan fisik struktur bambu.

Padahal di luar sana, di Kanada, Swedia, Jepang, Cina, dan Amerika Selatan, konstruksi bambu dan kayu berkembang pesat menuju era yang belum pernah ada di negeri ini. Kita ini sangat tertinggal. Jadi kalau melihat negeri ini, yang struktur bambu kembang kempis, banyak berkembang pada taraf finishing untuk memenuhi kebutuhan arsitek saja. Padahal bambu memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan material lain. Seperti yang tercantum pada tabel perbandingan kuat mekanik beberapa bahan material konstruksi, diambil dari makalah Pak Wiryanto Dewobroto dari Gran Melia.


jika diperhatikan rasio kuat dibanding berat volumenya paling tidak efisien adalah beton, sedangkan kayu mempunyai efisiensi lebih tinggi dibanding baja. Itu menunjukkan pada berat yang sama maka kayu mempunyai kekuatan yang lebih baik. Kayu hanya bisa dikalahkan oleh material bambu. Ini jelas suatu potensi yang tidak dapat diabaikan jika digunakan bambu sebagai material konstruksi. Adapun kelemahan bambu yang relatif kecil dibanding pohon kayu, dapat diatasi dengan dibuatnya laminasi (penggabungan dan penyambungan) balok bambu.
Seiring berkembangnya pengetahuan akan struktur dan material, teknologi seputar bambu juga ikut berkembang seperti munculnya pengetahuan akan joint-joint yang dapat menambah kekuatan bambu. Teknologi pengawetannya pun ikut berkembang, sehingga bambu dapat dijadikan material konstruksi yang lebih kuat dan permanen. Selain itu, Bambu memiliki nilai ekologis yang menjadi nilai tambah. Bambu merupakan material konstruksi yang berkelanjutan, produksi bambu akan mengonsumsi CO2. Jika dibandingkan dengan kayu, menanam bambu hanya membutuhkan waktu 3-6 tahun untuk dapat digunakan sebagai material konstruksi.
Karakteristiknya yang ringan namun berkekuatan tinggi, menjadikan bambu material struktur yang potensial bagi bangunan bentang lebar. Bambu juga memiliki karakter fleksibel (mudah dibentuk) sehingga berpotensi untuk bentuk-bentuk lengkung, dimana bentuk tersebut cukup sulit diwujudkan dengan material konstruksi lain. Hal ini banyak dibuktikan oleh penelitian tentang kekuatan bambu sebagai bahan konstruksi yang telah dilakukan oleh beberapa orang.
Misalnya pada penelitian yang dilakukan oleh Janssen terkait sifat mekanik bambu pada tahun 1974, khususnya yang berkaitan dengan sambungan kuda-kuda untuk keperluan gedung sekolah dan bengkel.  Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi permintaan  bantuan suatu Negara berkembang.  Sebagai acuan awal untuk penelitian ini adalah berkas-berkas yang dibuat oleh kerajaan tentara Belanda tahun 1880-an. Berbagai pengujian telah dilakukan oleh Janssen di Laboratorium untuk mengetahui kekuatan bambu terhadap tarik, tekan, lentur dan geser dengan pembebanan jangka panjang dan jangka pendek.  Dalam penelitian ini dipakai bambu dengan spesies  Bambusa blumeana berumur 3 tahun. Dilaporkan dalam hasil penelitian bahwa kekuatan lentur rata-rata adalah sebesar 84 Mpa, modulus elastisitas sebesar 20.000 Mpa. Kekuatan geser rata-rata cukup rendah yaitu 2,25 Mpa pada pembebanan jangka pendek dan 1 Mpa pada pembebanan jangka panjang (6 – 12 bulan).  Dalam laporan juga dinyatakan bahwa kekuatan tarik sejajar serat cukup tinggi, yaitu 200 – 300 Mpa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh kelembaban bahan.
Atau penelitian oleh Morisco (1994-1999) yang membandingkan kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2 mewakili baja beton yang banyak terdapat dipasaran, dilaporkan kuat tarik bambu Petung mencapai 3100 kg/cm2.


Selain itu, pada saat ini penggunaan beton bertulang dalam pembangunan perumahan akan semakin meningkat. Kenaikan kebutuhan tulangan baja akan memicu kenaikan harga sehingga menjadi mahal dan langka. Persediaan bahan dasar pembuatan baja (bijih besi) juga semakin terbatas dan tidak mungkin diupayakan peningkatan produksinya karena termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Bambu dapat dipilih sebagai alternatif pengganti karena merupakan hasil alam yang murah, mudah ditanam, pertumbuhan cepat, dapat mereduksi efek global warming serta memiliki kuat tarik sangat tinggi pada sisi kulit. Karena itu penting bagi kita, terutama para praktisi dan akademisi di bidang arsitektur untuk saling belajar sifat-sifat mekanik dan pengolahan struktur terutama bambu.